RIAUFAKTA.ID, PEKANBARU - Seorang mahasiswi Fakultas Kedokteran inisial SAS (23) dari salah satu perguruan tinggi swasta di Pekanbaru resmi menggugat rektor kampusnya ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), setelah dijatuhi sanksi drop out (DO) secara sepihak. Gugatan tersebut telah resmi dibacakan dalam sidang perdana di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Pekanbaru, (Selasa, 17/06/25).
Kasus ini bermula ketika SAS tengah menyiapkan proposal penelitiannya yang telah resmi mendapat lembar pengesahan. Pihak kampus justru memintanya untuk mengulang sebuah mata kuliah yang sebenarnya telah diselesaikan dengan baik agar dapat melanjutkan proposal penelitiannya. Merasa tidak ada dasar akademik untuk perintah tersebut, SAS menunjukkan bukti bahwa nilainya tidak seburuk yang dikira.
Namun, pihak kampus justru menuduh SAS melakukan pemalsuan nilai, tak lama kemudian menjatuhkan sanksi DO. Poin krusial dalam sengketa ini adalah adanya perbedaan data nilai di antara sistem kampus yang sempat terjadi dan diabadikan dalam bentuk dokumentasi foto oleh mahasiswa. Bukti tersebut justru dianggap menjadi dasar tuduhan pemalsuan oleh kampus.
Yang mengherankan, menurut tim hukum SAS, keputusan Drop Out tanpa diiringi penjelasan, audit terbuka, atau permintaan klarifikasi kepada mahasiswa. Bahkan tanpa keterangan resmi dari dosen pengampu mata kuliah nilai-nilai yang bersangkutan.
“Kalau ini soal pemalsuan, mengapa kampus tidak pernah menghadirkan audit forensik digital atas bukti mahasiswa? Dan kenapa tidak melaporkan tuduhan ini ke kepolisian ? Itu tidak pernah dijawab”. Tegas Kuasa Hukum SAS, Sarwo Saddam Matondang.
Dalam keterangan pers nya seusai sidang perdana, pihak kuasa hukum menyatakan bahwa gugatan atas keputusan DO tersebut telah resmi dibacakan di persidangan PTUN. Mereka menyatakan keputusan kampus bertentangan dengan prinsip keadilan, melanggar hak akademik mahasiswa, melanggar azaz umum pemerintahan yang baik (AUPB), dan tidak didasarkan pada pembuktian objektif.
“Ini bukan hanya soal satu mahasiswa. Ini adalah soal bagaimana sistem pendidikan tinggi bisa dengan mudah menggunakan tuduhan palsu tanpa pembuktian ilmiah, lalu menghancurkan masa depan akademik seseorang”. Tegasnya.
Disisi lain, Yonfen Hendri tim kuasa hukum SAS lainnya mendesak agar dilakukannya audit forensik digital atas seluruh rekam jejak nilai yang berubah, turunnya LLDikti, Ombudsman dan Kemendikti untuk menyelidiki potensi manipulasi dan maladministrasi serta memastikan agar kampus tidak menjadi institusi tertutup anti kritik.
“Kami akan membongkar kasus ini tidak hanya di pengadilan, tapi juga diruang publik. Dunia pendidikan harus jujur atau ia tidak layak disebut sebagai tempat pendidikan.” ujarnya.
Hingga berita ini diturunkan pihak kampus belum memberikan tanggapan resmi atas gugatan tersebut, maupun atas tudingan manipulasi data dan tindakan sepihak yang dialamatkan kepada mereka.
Proses hukum di PTUN akan berlanjut dalam minggu-minggu ke depan. Pihak kampus dijadwalkan akan menjawab gugatan ini pada selasa mendatang.
FOLLOW THE Riaufakta.id AT TWITTER TO GET THE LATEST INFORMATION OR UPDATE
Follow Riaufakta.id on Instagram to get the latest information or updates
Follow our Instagram